Dalam
dunia pendidikan sangat sering kita jumpai anak yang dipuji-puji karena
nilainya tinggi, sebaliknya anak dimarah karena nilainya rendah. Hal ini
berimplikasi pada usaha-usaha “illegal” yang dilakukan anak-anak guna
mendapatkan nilai yang tinggi meskipun itu bukan dari kemampuannya sendiri. Menjadi
sebuah pertanyan besar, apakah nilai mampu merepresentasikan ilmu dari
seseorang?. Secara teori IYA, sepanjang instrumen yang digunakan memang valid
dan memenuhi syarat instrumen yang baik serta proses seseorang dalam
mendapatkan ilmu itu. Maksudnya adalah kalau seseorang meraih nilai itu dari
kemampuannya sendiri tanpa ada usaha “illegal” ya berarti memang itu sesuai
dengan kemampuannya. Sebaliknya, kalau nilai itu diraih dengan usaha “illegal”
maka nilai itu hanya sebuah angka/huruf tanpa makna.
NILAI
– hal yang disatu sisi dapat dijadikan sebuah apresiasi guna meningkatkan
motivasi namun tidak jarang malah digunakan sebagai indikator utama
keberhasilan seseorang. Menilik dari sisi pertama, nilai merupakan suatu apresiasi dari pendidik
kepada peserta didik dengan harapan mampu menjadi refleksi atas proses belajar
yang telah mereka lakukan. Sehingga paradigma yang sering terjadi “BELAJAR
UNTUK UJIAN” harus diganti dengan “UJIAN SEBAGAI PROSES BELAJAR”. Kalau kita
mampu memandang setiap nilai yang didapatkan sebagai bagian dari refleksi dari
proses pembelajaran yang kita lakukan, tidak akan ada peserta didik yang stres
karena mendapat nilai rendah ataupun tidak akan ada hasil ujian yang tertera
nilai rendah berujung di tempat sampah. Coba bayangkan, apakah nilai yang
kalian dapatkan akan berubah hanya karena kalian memikirkannya sampai stress.
Bagi saya lebih baik “jatah” otak kalian digunakan untuk belajar sebelum ujian
itu dilaksanakan. Di sisi lain, nilai sering kali dijadikan sebagai indikator
utama keberhasilan. Sehingga tidak jarang terjadi usaha-usaha “illegal” yang
dilakukan, seperti mencontek, berbuat curang serta usaha lainnya yang sifatnya
tidak baik. Apakah nilai yang didapatkan dengan cara itu bermakna bagi kalian?.
Tentu TIDAK.
ILMU
– merupakan hal yang sangat penting yang merupakan tujuan akhir dari suatu
proses belajar. Namun, faktanya ilmu ini “pamornya” dikalahkan oleh nilai.
MENGAPA?, apa mungkin karena ilmu itu tidak bisa dilihat sedangkan nilai dapat
dilihat?. Kecenderungan manusia lebih mampu mengapresiasi hal yang mampu
dilihat dibanding hal yang sifatnya abstrak meski sebenarnya hal yang abstrak
ini jauh lebih penting. Kita masuk ke dunia pendidikan dalam jenjang apapun
tentu untuk menuntut ilmu, bukan untuk mencari nilai yang tinggi.
Sebagai
analogi, saat kita berbelanja di suatu took dan membeli produk makanan atau snack. Dari luar, kemasan produk itu
sangat menarik namun ternyata isinya sangat tidak enak dan tidak
merepresentasikan kemasannya. Tentu saja ketertarikan kita di awal pada kemasan
itu akan tertutupi oleh rasa kecewa akan rasanya. Secara idel memang kita
mengharapkan kemasan yang bagus juga diimbangi dengan rasa dari produk itu juga
enak. Sama juga halnya dalam dunia pendidikan,orang-orang di luar sana memang
akan melihat nilai yang kalian raih, namun harus diingat bahwa ilmu yang kalian
kuasailah yang akan kalian gunakan saat bekerja nanti. Coba kalian bayangkan,
seorang guru mengajar di kelas hanya membawa sebuah kertas yang tertuliskan
nilai A. Apakah peserta didik akan paham materi yang diajarkan hanya dengan
memandangi dan memelototi kertas itu tanpa ada penjelasan dari guru tersebut?.
Tentu saja TIDAK. Peserta didik akan melihat bagaimana guru tersebut mengajar
tanpa mereka tau berapa nilai dari guru itu saat ia kuliah dulu.
Saya
tidak mengatakan nilai itu tidak penting, namun hendaknya nilai yang kalian
dapatkan memang mencerminkan ilmu yang kalian miliki dan diraih tanpa adanya
usaha “illegal”. Nilai yang tinggi akan mengikuti saat kalian memiliki ilmu
yang tinggi. Idealnya nilai yang tinggi mencerminkan ilmu yang dikuasai juga
tinggi. Jadi, antara nilai dan ilmu itu sama-sama pentingnya. Hendaknya ilmu
kalian gunakan sebagai tujuan utama, selanjutnya nilai akah menggikuti.